Senin, 19 Maret 2012

protein susu


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupaan protein salah satu bio-makromolekul yang memegang peranan penting, proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalis. Setiap sel dalam tubuh kita mengandung protein, termasuk kulit, tulang, otot, kuku, rambut, air liur, darah, hormon, dan enzim. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar kedua setelah air. Hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. 
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Selain itu protein jugamerupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Oleh karena itu, perlu disusun makalah tentang protein ini agar kita lebih megetahui tentang reaksi yang terjadi antara protein dengan garam.   

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein menandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhdap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein. Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein. (Ophart, C.E., 2003).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
















B.     Pembahasan
            Protein menyediakan amino yang penting untuk tubuh dan digunakan sebagai pondasi untuk pembentukan otot. Tetapi tidak semua protein sama. Protein yang terbesar dalam susu adalah kasein dan whey. Kedua protein susu ini sama-sama sumber amino esensial yang sempurna, tetapi mereka berbeda dalam satu aspek yang penting, whey adalah protein yang cepat dicerna dan kasein adalah protein yang lambat cerna. Kasein adalah protein yang paling banyak tersedia di susu. Protein ini relatif tidak bisa larut dan cenderung membentuk struktur yang disebut misel yang meningkatkan kelarutannya di air. Selama pemrosesan susu, yang umumnya melibatkan panas atau asam, senyawa kasein peptide dan struktur misel akan terganggu dan membentuk struktur yang lebih sederhana. Hasilnya, material seperti gelatin terbentuk. Ini adalah dasar mengapa kasein memiliki daya cerna yang lebih rendah, dan juga pelepasan asam amino yang perlahan tapi stabil ke dalam sirkulasi.

            Pada percobaan dilakukan, pertama-tama dilakukan uji pengendapan protein oleh garam anorganik. Bahan dasar yang digunakan adalah susu bubuk yang dilarutkan dengan 20 ml aquadest kemudian ditambahkan ammonium klorida. Ternyata larutan susu tersebut membentuk endapan berwarna putih. Setelah terbentuk endapan akan dihasilkan filtrate dan residu dari susu tersebut. Pada filtrat ditambahkan pereaksi biuret dan residunya juga ditambahkan pereaksi biuret yang sama-sama akan membentuk warna biru. Warna biru tersebut menandakan bahwa protein dalam susu  masih ada. Kemudian kedua perlakuan tersebut selanjutnya masing-masing ditambahkan pereaksi millon keduanya terbentuk endapan dan berwarna putih. Endapan pada filtrate dan residu menandakan adanya kandungan protein yang terdapat pada susu tersebut. Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang.
            Percobaan selanjutnya menggunakan metode koagulasi. Pada uji ini endapan protein yg telah direaksikan pada asam asetat di[anaskan, kemudian endapan tersebut diambil dan ditentukan uji kelarutannya menggunakan pereaksi air dan millon. Ternyata hasilnya sama-sama tidak saling melarutkan. Protein dengan penambahan asam atau pemanasan akan terjadi koagulasi. Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4 – 4,5 dimana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap. Pada temperatur diatas 60oC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi.
            Kemudian dilakukan uji pengendapan menggunakan alcohol. Pada uji ini terdiri dari 3 tabung yang berisikan masing2 5 ml protein. Setelah itu tabung 1 direaksikan dengan HCl, tabung ke 2 menggunakan NaOH dan tabung 3 menggunakan buffer asetat. Dari ketiga tabung tersebut terjadi endapan, namun yang mengendap paling sempurna hanya pada tabung 1 dan 2. , struktur protein yang terdapat pada tabung satu dan dua terdenaturasi, karena keadaan basa dan asam yang berlebih. Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol. Pelarut organic akan mengubah (mengurangi) konstanta dielektrika dari air, sehingga kelarutan protein berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi dengan protein terhadap air. Sedangkan pada tabung 3 buffer asetat yang digunakan ialah pH 4,8 protein kurang larut dan mengalami pengendapaan pada titik isolistriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatifnya.

            Setelah itu dilakukan uji terhadap denaturasi protein. Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein.  Masing-masing disiapkan tabung sebanyak 3 tabung dengan 9 ml protein, pada tabung 1 direaksikan menggunakan HCl 0,1 N sebanyak 1 ml, hasilnya terbentuk banyak endapan, kemudian tabung selanjutnya direaksikan dengan NaOH 0,1 N sebanyak 1 ml juga terbentuk endapan. Dan pada tabung terakhir direaksikan dengan buffer asetat sebanyak 1 ml juga terbentuk endapan. Ketiga tabung tersebut ternyata semuanya memebentuk endapan. Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein.
            Pengujian terakhir dilakukan dengan metode penetapan kadar protein dengan metode biuret. Pertama-tama sampel protein yg diambil adalah protein susu sebanyak 10 gram. Yang diencerkan dengan aquades 50 ml kemudian dipanaskn pada suhu 40 C. pada saat dipanaskan, suhu tidak boleh lebih dari 40 C karena akan merusak protein yang terkandung pada susu tersebut. Setelah suhu mencapai, ditambahkan asam asetat. Tujuan penambahan ini adalah untuk membentuk gumpalan pada protein tersebut sehingga menjadi kasein. Kasein ini membentuk struktur yang disebut misel. Stelah terbentuk gumpalan gumpalan, kemudian diaduk dan disaring untuk memisahkan residu dan filtratnya, kasein tersebut yang akan dihitung kadar absorbansinya, sehingga kadar kasein yg terdapat apada protein susu tersebut adalah sebanyak 0,311 nm.

















Pada uji koagulasi, pengujian menggunakan pereaksi Millon, biuret dan air menunjukan reaksi negatif. Ini terjadi kesalahan pada pengujian menggunakan pereaksi Millon dan air, yang seharusnya menunjukkan reaksi positif dengan terjadinya pengendapan. Sedangkan pada uji biuret memperlihatkan reaksi negatif, hal ini benar karena filtrat jika tidak lagi terdapat protein akan memberikan reaksi negatif pada uji biuret.
Pada uji pengendapan oleh alkohol, struktur protein yang terdapat pada tabung satu dan dua terdenaturasi, karena keadaan basa dan asam yang berlebih. Pada kedua tabung tersebut terlihat adanya perbedaan warna, karena terjadi beda kepolaran atar larutan. Sedangkan pada tabung tiga protein tidak larut dan mengalami pengendapaan pada titik isolistriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatifnya.
Pada uji denaturasi, ketiga tabung menunjukkan reaksi positif setelah ditambahkan buffer. Namun sebelum ditambahkan buffer hanya tabung tiga yang menunjukkan reaksi positif ditandai dengan terjadinya pengendapan pada titik isolistriknya, yaitu pH 4.7. Protein yang dilarutkan dalam HCl maupun NaOH, keduanya tidak menunjukkan adanya pengendapan, namun setelah ditambahkan buffer asetat terjadi pengendapan.

1 komentar: