Rabu, 21 Maret 2012

Warna asli dyta


A.           Tujuan
            Adapun tujuan dari praktkum ini adalah untuk mengetahui cara penetapan kadar senyawa yang memiliki warna asli.

B.            Landasan teori
            Spektrofotometri UV-Visibel merupakan metode spektrofotometri yang Didasarkan pada adanya serapan sinar pada daerah ultraviolet(UV) dan sinar tampak (Visibel) dari suatu senyawa. Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini jika memiliki  Kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah tampak. Senyawa yang dapat Menyerap intensitas pada daerah UV disebut dengan kromofor, sedangkan untuk Melakukan analisis senyawa dalam daerah sinar tampak, senyawa harus memiliki warna
            Panjang gelombang cahaya UV atau tampak tergantung pada mudahnya eksitasi electron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk bertransisi, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebioh pendek. Molekul yang memerlukan energi yang lebih kecil akan menyerap panjang gelombang yang lebih besar. Sehingga senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak (senyawa berwarna) memiliki electron yang lebih mudah bertransisi daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek ( Fatimah, 2003 ).
            Perkembangan di bidang industri kimia saat ini telah mengembangkan cara pewarnaan suatu makanan dan minuman. Perubahan pola hidup menjadikan perubahan pula dalam penambahan substansi dalam makanan. Bahan tambahan makanan sudah dikenal sejak dulu kala. Penggunaan garam sebagai pengawet dan rempah-rempah untuk menyembunyikan makanan basi, telah lazim digunakan selama berabad-abad. Meskipun demikian, sering dengan perkembangan zaman dan teknologi, penggunaan zat tambahan makanan juga berkembang pesat. Ironisnya, perkembangan ini penuh dilema, terutama masalah keamanan penggunaannya. Karena itu tidaklah mengherankan bila akhir- akhir ini, produsen makanan berlomba memasarkan produknya dengan promosi bahwa produknya bebas zat tambahan atau hanya mengandung zat warna alami (Donatus, 1992).
            Dilihat dari manfaatnya zat pewarna sangat efektif dan menguntungkan bagi produsen dan sebaliknya amat kecil manfaatnya atau bahkan dapat merugikan bagi konsumen. Sebab penggunaan zat pewarna pada minuman tidak sepenuhnya aman bagi kesehatan. Untuk menarik minat konsumen, maka produsen membuat produk minuman dengan warna yang menarik, salah satunya yaitu sirup. Warna sirup biasanya disesuaikan dengan rasanya atau warna buah campurannya. Misal sirup nanas atau jeruk berwarna kuning, sirup melon atau apel berwarna hijau. Seiring dengan kemajuan zaman konsumen menginginkan suatu produk minuman yang praktis, mudah dibawa dan cara pembuatannya. Produsenpun menciptakan produk minuman serbuk. Selain praktis, untuk menarik minat konsumen pada minuman serbuk juga ditambahkan zat pewarna makanan. Zat pewarna kuning yang biasa digunakan adalah tartrazina. Tartrazina termasuk golongan zat warna azo. Ehrlich membuktikan bahwa senyawa azo sebagai senyawa karsinogen. Senyawa karsinogen mempunyai efek fisiologis yang sama dengan senyawa beracun lainnya, walaupun ada perbedaan penting. Kesamaan ini terlihat pada beberapa hal seperti persamaan hubungan dosis-respon dan biotransformasinya (Mulyadi, 1997).
           
C. Alat dan Bahan
1.      Alat
            Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
·         Beker gelas
·         Gelas ukur
·         Labu takar
·         Pipet ukur 25 ml
·         Filer
·         Timbangan
·         spektrofotometri
2.      Bahan
            Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
·         Rivanol
·         H2SO4­
·         Aquadest
D. cara kerja














E.        Hasil Pengamatan









F.       Pembahasan
            Etakridin laktat adalah senyawa organik berkristal kuning oranye yang berbau menyengat. Penggunaannya sebagai antiseptik dalam larutan 0,1% lebih dikenal dengan merk dagang rivanol. Tindakan bakteriostatik rivanol dilakukan dengan mengganggu proses vital pada asam nukleat sel mikroba. Efektivitas rivanol cenderung lebih kuat pada bakteri gram positif daripada gram negatif. Meskipun fungsi antiseptiknya tidak sekuat jenis lain, rivanol memiliki keunggulan tidak mengiritasi jaringan, sehingga banyak digunakan untuk mengompres luka, bisul, atau borok bernanah. Bila Anda memiliki bisul di pantat, duduk berendam dalam larutan rivanol dapat membantu mempercepat penyembuhannya. Untuk luka kotor yang berpotensi infeksi lebih besar, penerapan jenis antiseptik lain yang lebih kuat disarankan setelah luka dibersihkan.
            Sebelum kita menetapkan kadar senyawa sesuai dengan warna aslinya, pertama-tama akan dibuat larutan baku dan smpel. H2SO4 disini bertindak sebagai sampel dan yang menjadi larutan bakunya yaitu Rivanol. Pertama-tama H2SO4 kita encerkan menggunakan aquades. Setelah diencerkan, dibuat larutan baku induk  yaitu Rivanol yang diambil sebanyak 100 mg. rivanol disini dalam bentuk serbuk berwarna kuning. Agar mudah dilakukan pengukuran sebaiknya dibuat dalam bentuk larutan. Rivanol ini ditambahkan H2SO4 yang sudah diencerkan tadi sampai tanda pada labu takar. Untuk mengetahui kadar rivanol tersebut akan diukur menggunakan spektrofotometer UV-vis. Pelarut yang digunakan pada pengukuran ini tidak boleh berwarna. Pengukuran spektrofotometer yang dilakukan adalah tempatkan larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih foto sel yang cocok 200nm-650nm (650nm-1100nm) agar daerah λ yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang foto sel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer didapat dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih h yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blangko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel.









G.     Kesimpulan
            Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa


1.          
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, W, 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.
Khopkar, S. M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik UI-Press, Jakarta.
Fatimah I, 2003, “Analisis Fenol dalam Sampel Air Menggunakan Spektrofotometri Derivatif”, jurnal,Vol.9,No.10,. Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia, Jakarta.

Anonim. Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan .Jakarta
Siswandono. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.
Mulyadi. 1997. Dasar-dasar Analisis. Gramedia: Jakarta
Donatus L. 1992. Chemical Industry. UGM; Press














LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II
PERCOBAAN I
PENETAPAN KADAR SENYAWA YANG MEMILIKI WARNA ASLI

Unhalu.jpg
OLEH :
NAMA                      :           LIA ARDYTA
STAMBUK               :           F1F1 10 059
KELOMPOK            :           III
ASISTEN                  :           MIFTAH

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011



LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II
PERCOBAAN I
PENETAPAN KADAR SENYAWA YANG MEMILIKI WARNA ASLI


OLEH :
NAMA                      :           RISFA RIANTI
STAMBUK               :           F1F1 10 037
KELOMPOK            :           I
ASISTEN                  :           DIAN PERMANA, S.si


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011

Senin, 19 Maret 2012

19 Maret 2012 ( Motivasi diri )

apa yang kita lakukan tidak selalu baik dimata orang meskipun kita melakukannya tidak mempunyai maksud apa-apa. Jangan menilai seseorang dari penampilannya, karena itu bisa membuat orang mempunyai negative thinking dengan orang yang dinilainya.
Orang jahat tidak selamanya jahat, dan orang baik justru bisa menjadi sangat jahat. jadi, berhati-hati dengan seseorang yang diam, baik dan diam. bisa jadi dia adalah orang yang MUNAFIK.

protein susu


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupaan protein salah satu bio-makromolekul yang memegang peranan penting, proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalis. Setiap sel dalam tubuh kita mengandung protein, termasuk kulit, tulang, otot, kuku, rambut, air liur, darah, hormon, dan enzim. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar kedua setelah air. Hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. 
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Selain itu protein jugamerupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Oleh karena itu, perlu disusun makalah tentang protein ini agar kita lebih megetahui tentang reaksi yang terjadi antara protein dengan garam.   

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein menandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhdap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein. Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein. (Ophart, C.E., 2003).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
















B.     Pembahasan
            Protein menyediakan amino yang penting untuk tubuh dan digunakan sebagai pondasi untuk pembentukan otot. Tetapi tidak semua protein sama. Protein yang terbesar dalam susu adalah kasein dan whey. Kedua protein susu ini sama-sama sumber amino esensial yang sempurna, tetapi mereka berbeda dalam satu aspek yang penting, whey adalah protein yang cepat dicerna dan kasein adalah protein yang lambat cerna. Kasein adalah protein yang paling banyak tersedia di susu. Protein ini relatif tidak bisa larut dan cenderung membentuk struktur yang disebut misel yang meningkatkan kelarutannya di air. Selama pemrosesan susu, yang umumnya melibatkan panas atau asam, senyawa kasein peptide dan struktur misel akan terganggu dan membentuk struktur yang lebih sederhana. Hasilnya, material seperti gelatin terbentuk. Ini adalah dasar mengapa kasein memiliki daya cerna yang lebih rendah, dan juga pelepasan asam amino yang perlahan tapi stabil ke dalam sirkulasi.

            Pada percobaan dilakukan, pertama-tama dilakukan uji pengendapan protein oleh garam anorganik. Bahan dasar yang digunakan adalah susu bubuk yang dilarutkan dengan 20 ml aquadest kemudian ditambahkan ammonium klorida. Ternyata larutan susu tersebut membentuk endapan berwarna putih. Setelah terbentuk endapan akan dihasilkan filtrate dan residu dari susu tersebut. Pada filtrat ditambahkan pereaksi biuret dan residunya juga ditambahkan pereaksi biuret yang sama-sama akan membentuk warna biru. Warna biru tersebut menandakan bahwa protein dalam susu  masih ada. Kemudian kedua perlakuan tersebut selanjutnya masing-masing ditambahkan pereaksi millon keduanya terbentuk endapan dan berwarna putih. Endapan pada filtrate dan residu menandakan adanya kandungan protein yang terdapat pada susu tersebut. Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang.
            Percobaan selanjutnya menggunakan metode koagulasi. Pada uji ini endapan protein yg telah direaksikan pada asam asetat di[anaskan, kemudian endapan tersebut diambil dan ditentukan uji kelarutannya menggunakan pereaksi air dan millon. Ternyata hasilnya sama-sama tidak saling melarutkan. Protein dengan penambahan asam atau pemanasan akan terjadi koagulasi. Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4 – 4,5 dimana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap. Pada temperatur diatas 60oC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi.
            Kemudian dilakukan uji pengendapan menggunakan alcohol. Pada uji ini terdiri dari 3 tabung yang berisikan masing2 5 ml protein. Setelah itu tabung 1 direaksikan dengan HCl, tabung ke 2 menggunakan NaOH dan tabung 3 menggunakan buffer asetat. Dari ketiga tabung tersebut terjadi endapan, namun yang mengendap paling sempurna hanya pada tabung 1 dan 2. , struktur protein yang terdapat pada tabung satu dan dua terdenaturasi, karena keadaan basa dan asam yang berlebih. Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol. Pelarut organic akan mengubah (mengurangi) konstanta dielektrika dari air, sehingga kelarutan protein berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi dengan protein terhadap air. Sedangkan pada tabung 3 buffer asetat yang digunakan ialah pH 4,8 protein kurang larut dan mengalami pengendapaan pada titik isolistriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatifnya.

            Setelah itu dilakukan uji terhadap denaturasi protein. Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein.  Masing-masing disiapkan tabung sebanyak 3 tabung dengan 9 ml protein, pada tabung 1 direaksikan menggunakan HCl 0,1 N sebanyak 1 ml, hasilnya terbentuk banyak endapan, kemudian tabung selanjutnya direaksikan dengan NaOH 0,1 N sebanyak 1 ml juga terbentuk endapan. Dan pada tabung terakhir direaksikan dengan buffer asetat sebanyak 1 ml juga terbentuk endapan. Ketiga tabung tersebut ternyata semuanya memebentuk endapan. Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein.
            Pengujian terakhir dilakukan dengan metode penetapan kadar protein dengan metode biuret. Pertama-tama sampel protein yg diambil adalah protein susu sebanyak 10 gram. Yang diencerkan dengan aquades 50 ml kemudian dipanaskn pada suhu 40 C. pada saat dipanaskan, suhu tidak boleh lebih dari 40 C karena akan merusak protein yang terkandung pada susu tersebut. Setelah suhu mencapai, ditambahkan asam asetat. Tujuan penambahan ini adalah untuk membentuk gumpalan pada protein tersebut sehingga menjadi kasein. Kasein ini membentuk struktur yang disebut misel. Stelah terbentuk gumpalan gumpalan, kemudian diaduk dan disaring untuk memisahkan residu dan filtratnya, kasein tersebut yang akan dihitung kadar absorbansinya, sehingga kadar kasein yg terdapat apada protein susu tersebut adalah sebanyak 0,311 nm.

















Pada uji koagulasi, pengujian menggunakan pereaksi Millon, biuret dan air menunjukan reaksi negatif. Ini terjadi kesalahan pada pengujian menggunakan pereaksi Millon dan air, yang seharusnya menunjukkan reaksi positif dengan terjadinya pengendapan. Sedangkan pada uji biuret memperlihatkan reaksi negatif, hal ini benar karena filtrat jika tidak lagi terdapat protein akan memberikan reaksi negatif pada uji biuret.
Pada uji pengendapan oleh alkohol, struktur protein yang terdapat pada tabung satu dan dua terdenaturasi, karena keadaan basa dan asam yang berlebih. Pada kedua tabung tersebut terlihat adanya perbedaan warna, karena terjadi beda kepolaran atar larutan. Sedangkan pada tabung tiga protein tidak larut dan mengalami pengendapaan pada titik isolistriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatifnya.
Pada uji denaturasi, ketiga tabung menunjukkan reaksi positif setelah ditambahkan buffer. Namun sebelum ditambahkan buffer hanya tabung tiga yang menunjukkan reaksi positif ditandai dengan terjadinya pengendapan pada titik isolistriknya, yaitu pH 4.7. Protein yang dilarutkan dalam HCl maupun NaOH, keduanya tidak menunjukkan adanya pengendapan, namun setelah ditambahkan buffer asetat terjadi pengendapan.

Jurnal Infusa dyta



JURNAL PRAKTIKUM FARMASETIKA DASAR

INFUSA (INFUS)




NAMA                           : LIA ARDYTA
STAMBUK                             : F1F1 10 059
KELOMPOK                 : III
KELAS                          : A
DOSEN PEMBIMBING         : WAHYUNI, S.Si, Apt.




LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
I.       Landasan Teori
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstrak sismplisia nabati dengan air pada suhu 90o C selaam 10-15 menit yang dihitung sejak air mendidih. Jika bahan yang digunakan untuk membuat dekok berasal dari bahan bertekstur keras, bahan yang digunakan dalam infusa berasal dari bahan yang lunak (simplisi, daun dan bunga) seperti daun kumis kucing, daun meniran, daun pegagan, bunga mawar, bunga melati, dan daun sambiloto. Cara membuat infusa hampir sama dengan merebus teh. Siapkan simplisia kering 25-30 gram atau bahan segar 75-90 gram. Bahan tersebut direbus dalam air mendidih 500 cc selaam 15b menit atau sampai volumenya menjadi 250 cc. Setelah direbus airnya disaring dan hasil penyaringan ini disebut infusa.
Simplisia adalah bahan baku alamiah yang digunakan untuk membuat ramuan obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apa pun kecuali proses pengeringan. Ditinjau dari asalnya, simplisia digolongkan menjadi simplisian nabati dan simplisia hewani. Simplisia hewani berasal dari hewan, baik yang masih utuh, organ-organnya, maupun zat-zat yang dikandungnya yang berguna sebagai obat dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia nabati berasal dari tanaman, baik yang masih utuh, bagian-bagiannya, maupun zat-zat nabati yang dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. Sumber simplisia nabati sampai saat ini berupa tumbuhan liar dan tanaman budi daya.
Teknik infusa mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan teknik pembuatan ekstrak yaitu karena teknik infusa lebih murah, lebih cepat, dan alat serta caranya sederhana. Sedangkan dalam pembuatan ekstrak, kandungan dari bahan tumbuhan dan pelarut yang paling tepat untuk masing-masing kandungan harus diketahui lebih dahulu. Dengan zat pelarut yang tepat, zat aktif yang diinginkan akan terpisah dari bahan aslinya dan bercampur dengan pelarut yang digunakan. Selanjutnya pemisahan zat aktif dari pelarutnya dengan lebih mudah dilakukan untuk memperoleh zat aktif yang benar-benar murni. Metodenya dikenal dengan nama Sochlet, yaitu dengan menggunakan alat percolator dan countercurrent screw extractor. Dari sini jelas terlihat bahwa metode pembuatan ekstrak lebih rumit dan mahal dibandingkan dengan metode pembuatan infusa. (Santoso, 1993)
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk membuat sediaan infusa adalah:
1.    Jumlah simplisia
Kecuali dinyatakan lain, infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras dibuat dengan menggunakan 10% simplisia.
2.    Derajat halus simplisia
Yang digunakan untuk infus harus mempunyai derajat halus sebagai berikut:
Serbuk (5/8)
Akar manis, daun kumis kucing, daun sirih, daun sena
Serbuk (8/10)
Dringo, kelembak
Serbuk (10/22)
Laos, akar valerian, temulawak, jahe
Serbuk (22/60)
Kulit kuni, akar ipeka, sekale kornutum
Serbuk (85/120)
Daun digitalis

3.    Banyaknya ekstra air
Umumnya untuk membuat sediaan infusa diperlukan penambahan air sebanayak 2 kali berat simplisia. Air ekstra ini perlu karena simplisia yang kita gunakan pada umumnya dalam keadaan kering.
4.    Cara menyerkai
Pada umumya infusa diserkai selagi panas, kecuali infusa simplisia yang mengandung minyak aktsiri, diserkai setelah dingin.
5.    Penambahan bahan-bahan lain
Pada pembuatan infus kulit kina ditambahkan asam sitrat 10% dari bobot bahan berkhasiat dan pada pembuatan infus simplisia yang mengandung glikosida antrakinon, ditambahkan natrium karbonat 10% dari bobot simplisia.



II.    Resep
A.    Resep Asli
R/        Inf. Fol. Orthosipon          100             Hexamini                            5  
S.t.d.d.C.I

Pro :  Ny. Suluh

 





B.     Resep Lengkap
dr. Wahyuni
Jalan Pelangi No. 17 Kendari
SIP: 20/SP/2009

                                         24 Mei 2011
R/        Inf. Fol. Orthosipon          100             Hexamini                            5  
S.t.d.d.C.I


Pro       : Ny. Suluh
Umur   : 40 tahun
Alamat            : Jln. Beling

 











           
Keterangan:
R/                                : recipe, ambillah
s.t.d.d.C.I                    : signa ter de die cochlear 1
                                      tandai tiga kali sehari 15 ml
pro                               : untuk





C.    Uraian Bahan
Orthosiphonis Folium
1.      Nama Latin            : Orthosiphonis Folium.
2.      Pemerian                 : Bau aromatik lemah, rasa agak pahit dan sepat.
3.      Kelarutan                : Larut dalam air tidak kurang dari 30%.
4.      Penyimpanan          : Dalam wadah tertutup bai, terlindung dari cahaya.
5.      Khasiat                   : Diuretikum.
Hexamine
1.      Nama Latin                        : Hexaminum
2.      BM                         : 140,19
3.      Rumus Kimia         : C6H12N4
4.      Rumus Molekul      :                       N
CH2
N
                                                                                        CH2    CH2
                                                                                   N                 N

5.      Pemerian                 : hablur mengkilap tidak berwarna atau serbuk putih
 tidak berbau, rasa membakar dan manis kemudian agak pahit. Jika dipaaskan pada suhu lebih kurang 260o menyublin.
6.      Kelarutan                : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5ml etanol
(95%) P dan dalam lebih kurang 10 bagian kloroform P.
7.      Penyimpanan          : dalam wadah tertutup baik.
8.      Khasiat                   : Antiseptikum saluran kemih.
D.    Perhitungan dan Penimbangan
1). Perhitungan Bahan
0,5
100
a.  Orthosiphonis Infusum
Orthosiphonis Fol. = 0,5 bagian =           x 100 g = 0,5 gram = 500mg
Aqua Destillata = 100 g – 0,5 g = 99,5 g = 99,5 ml
b.  Heksamin
Heksamin = 5 gram
2). Dosis Maksimum
DM Heksamin = 1 g/4 g
Sekali pakai = 15/100 x 5 gram = 0,75 gram < 1 gram (TOD)
Sehari           = 3 x 0,75 gram = 2,25 gram < 4 gram (TOD)
3). Penimbangan Bahan
Untuk membuat infus dengan resep diatas, maka perlu dilakukan penimbangan 500 mg Orthosiphonis Folium (Daun Kumis Kucing) dan 5 gram Heksamin. Aqua Destillata yang diperlukan sebesar 99,5 ml untuk melarutkan bahan obat.
E.     Cara Kerja
1.         Timbang bahan-bahannya.
2.         Folio Orthosiphon dipotong-potong, lalu dimasukkan kedalam panei infusa dan ditambah aqua yang dibutuhkan, dikurangkan untuk melarutkan hexamine. Panci infuse dipanaskan, setelah suhi mencapai 90oC dibiarkan selama 30 menit. Kemudian didinginka, massa disaring kain kasa sampai mendapatkan infuse sberat yang diminta, masukkan botol.
3.         Larutkan hexamine dengan aqua, masukkkan botol.
4.         Botol ditutup dan diberi etiket.
F.     Etiket
APOTEK UNHALU FARMA
Jalan Kambu No. 211 Kendari
Apoteker: Dwi Rahayu., S.Farn., Apt.
SIK: 12/SK/2007

                                    Tgl. 23 Mei 2011
No. 11                                    
Pro: Ny. Suluh             Tablet
                                    Kapsul
3 x 1                     Bungkus
                                                Sendok teh/makan
Sebelum/Sesudah Makan
 









G.  Khasiat Obat

1.    Orthosiphonis Folium sebagai diuretikum.
2.    Hexamine sebagai antiseptikum saluran kemih.











III. Pembahasan
Pada praktikum pembuatan infusa, daun kumis kucing mempunyai bagian yang keras sebanyak 0,5 % bagian. Mula – mula kumis kucing digunting – gunting terlebih dahulu baru kemudian ditimbang. Alasan mengapa kumis kucing digunting terlebih dahulu, agar mempercepat zat aktif pada tanaman deuritik, karena dengan memotong kita telah merusak dinding selulosanya. Pada Daun kumis kucing tersebut mengandung kadar kalium (boorsma) yang cukup tinggi. Ia juga mengandung glikosida orthosiphonin. Setelah itu dilakukan penimbangan daun kumis kucing sebanyak 500 mg, karena dilakukan 2 kali jadi yang ditimbang yaitu sebanyak 1 gram. Setelah itu dilakukan pemanasan pada air sebanyak 100 ml di dalam panci dimasukkan daun kumis kucing tersebut  hingga suhunya mencapai 90o. setelah itu diangkat dan dilakukan penyaringan dalam keadaan panas, kecuali infusa yang mengandung minyak atsiri disaring dalam keadaan dingin. Jika terdapat tanaman yang mengandung lendir, tidak diperbolehkan untuk melakukan penyaringan. Lalu dimasukkan ke dalam botol, dan siap untuk diberikan kepada pasien.
            Pada umumnya kumis kucing dipergunakan dalama bentuk simplisia sesuai dengan khasiat fitoterapi yang tercantum dalam Materia Madika Indonesia yakni sebagai obat untuk memperlancar pengeluaran air seni. Diketahui juga bahwa khasiat dari daun kumis kucing itu sendiri adalah sebagai   Diuretikum dan manfaat lainnya yang telah diteliti  adalah untuk mengobati  infeksi kandung kemih,  kencing manis, tekanan darah tinggi, rematik,  menghancurkan batu ginjal dan menurunkan kadar kolesterol.







III.  Daftar Pustaka
Anief, Mohammad. 2003. Farmasetika. UGM Press : Yogyakarta.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan: Jakarta.
Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Anggota IKAPI: Jakarta.
Syarifudin, Arief. 2009. Sediaan Obat. (Online). Diakses pada 01 April 2011
Tjay, T.H. dan Kirana Rardja. 2007. Obat-Obat Penting. PT Elex Media Komputendo: Jakarta.
Santoso, S. 1993. Perkembangan Obat Tradisional Dalam Ilmu Kedokteran di Indonesia dan Upaya Pengembangannya Sebagai Obat Alternatif, Jakarta: FKUI.
Hariana, H.Arief.. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Dalimartha Setiawan, 2003, ATLAS Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 2, Trubus Agriwidya, hal. 126-130
     anonym, 1980, Materi Medika Indonesia, Jilid 4, DEPKES RI, hal 85-91.