BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam kehidupaan protein salah satu bio-makromolekul
yang memegang peranan penting, proses kimia
dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein
yang berfungsi sebagai biokatalis. Setiap sel dalam tubuh kita
mengandung protein, termasuk kulit, tulang, otot, kuku, rambut, air liur,
darah, hormon, dan enzim. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan
komponen terbesar kedua setelah air. Hemoglobin
dalam butir-butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis
protein.
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat
pembangun dan pengatur. Selain itu protein jugamerupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang
merupakan penyusun utama makhluk
hidup. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan
peptida. Oleh karena itu, perlu disusun makalah tentang protein
ini agar kita lebih megetahui tentang reaksi yang terjadi antara protein dengan
garam.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting
bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta
sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang
dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H,
O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Struktur
protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan
kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer.
Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur
sekunder serta tersier. Bila protein menandung banyak asam amino dengan gugus
hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang
banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat
bervariasi dari 5000 samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang
besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas
biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari
protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi
sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau
modifikasi terhdap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein
tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu
denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi
hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein. Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang
mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui
reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana
struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi
karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada
struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan
pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida
dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan.
Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein. (Ophart, C.E., 2003).
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Protein
menyediakan amino yang penting untuk tubuh dan digunakan sebagai pondasi untuk
pembentukan otot. Tetapi tidak semua protein sama. Protein yang terbesar dalam
susu adalah kasein dan whey. Kedua protein susu ini sama-sama sumber amino
esensial yang sempurna, tetapi mereka berbeda dalam satu aspek yang penting,
whey adalah protein yang cepat dicerna dan kasein adalah protein yang lambat
cerna. Kasein adalah protein yang paling banyak tersedia di susu. Protein ini
relatif tidak bisa larut dan cenderung membentuk struktur yang disebut misel yang
meningkatkan kelarutannya di air. Selama pemrosesan susu, yang umumnya
melibatkan panas atau asam, senyawa kasein peptide dan struktur misel akan
terganggu dan membentuk struktur yang lebih sederhana. Hasilnya, material
seperti gelatin terbentuk. Ini adalah dasar mengapa kasein memiliki daya cerna
yang lebih rendah, dan juga pelepasan asam amino yang perlahan tapi stabil ke
dalam sirkulasi.
Pada
percobaan dilakukan, pertama-tama dilakukan uji pengendapan protein oleh garam
anorganik. Bahan dasar yang digunakan adalah susu bubuk yang dilarutkan dengan
20 ml aquadest kemudian ditambahkan ammonium klorida. Ternyata larutan susu
tersebut membentuk endapan berwarna putih. Setelah terbentuk endapan akan
dihasilkan filtrate dan residu dari susu tersebut. Pada filtrat ditambahkan
pereaksi biuret dan residunya juga ditambahkan pereaksi biuret yang sama-sama
akan membentuk warna biru. Warna biru tersebut menandakan bahwa protein dalam
susu masih ada. Kemudian kedua perlakuan
tersebut selanjutnya masing-masing ditambahkan pereaksi millon keduanya
terbentuk endapan dan berwarna putih. Endapan pada filtrate dan residu
menandakan adanya kandungan protein yang terdapat pada susu tersebut. Kelarutan protein akan berkurang
bila ke dalam larutan protein ditambahkan
garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai
endapan. Bila garam netral yang ditambahkan
berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga
terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul
protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih
menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul
protein akan berkurang.
Percobaan selanjutnya menggunakan metode koagulasi. Pada
uji ini endapan protein yg telah direaksikan pada asam asetat di[anaskan,
kemudian endapan tersebut diambil dan ditentukan uji kelarutannya menggunakan
pereaksi air dan millon. Ternyata hasilnya sama-sama tidak saling melarutkan. Protein dengan penambahan asam atau pemanasan akan
terjadi koagulasi. Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar
4 – 4,5 dimana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga
saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap. Pada temperatur
diatas 60oC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur
yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran
yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan
kuartener yang menyebabkan koagulasi.
Kemudian dilakukan uji pengendapan menggunakan alcohol.
Pada uji ini terdiri dari 3 tabung yang berisikan masing2 5 ml protein. Setelah
itu tabung 1 direaksikan dengan HCl, tabung ke 2 menggunakan NaOH dan tabung 3
menggunakan buffer asetat. Dari ketiga tabung tersebut terjadi endapan, namun
yang mengendap paling sempurna hanya pada tabung 1 dan 2. , struktur protein yang terdapat pada tabung satu
dan dua terdenaturasi, karena keadaan basa dan asam yang berlebih. Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol.
Pelarut organic akan mengubah (mengurangi) konstanta dielektrika dari air,
sehingga kelarutan protein berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi
dengan protein terhadap air. Sedangkan pada tabung 3 buffer asetat yang
digunakan ialah pH 4,8 protein kurang larut dan mengalami pengendapaan pada
titik isolistriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah
muatan negatifnya.
Setelah itu dilakukan uji terhadap denaturasi protein.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap
struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya
pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu
proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan
aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein. Masing-masing disiapkan tabung sebanyak 3
tabung dengan 9 ml protein, pada tabung 1 direaksikan menggunakan HCl 0,1 N
sebanyak 1 ml, hasilnya terbentuk banyak endapan, kemudian tabung selanjutnya
direaksikan dengan NaOH 0,1 N sebanyak 1 ml juga terbentuk endapan. Dan pada
tabung terakhir direaksikan dengan buffer asetat sebanyak 1 ml juga terbentuk
endapan. Ketiga tabung tersebut ternyata semuanya memebentuk endapan. Protein yang terdenaturasi akan berkurang
kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar
sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan
akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal
dan mengendap. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan
koagulasi protein.
Pengujian
terakhir dilakukan dengan metode penetapan kadar protein dengan metode biuret.
Pertama-tama sampel protein yg diambil adalah protein susu sebanyak 10 gram.
Yang diencerkan dengan aquades 50 ml kemudian dipanaskn pada suhu 40 C. pada
saat dipanaskan, suhu tidak boleh lebih dari 40 C karena akan merusak protein
yang terkandung pada susu tersebut. Setelah suhu mencapai, ditambahkan asam
asetat. Tujuan penambahan ini adalah untuk membentuk gumpalan pada protein
tersebut sehingga menjadi kasein. Kasein ini membentuk struktur yang disebut
misel. Stelah terbentuk gumpalan gumpalan, kemudian diaduk dan disaring untuk
memisahkan residu dan filtratnya, kasein tersebut yang akan dihitung kadar
absorbansinya, sehingga kadar kasein yg terdapat apada protein susu tersebut
adalah sebanyak 0,311 nm.
Pada uji koagulasi, pengujian menggunakan pereaksi Millon, biuret dan
air menunjukan reaksi negatif. Ini terjadi kesalahan pada pengujian menggunakan
pereaksi Millon dan air, yang seharusnya menunjukkan reaksi positif dengan
terjadinya pengendapan. Sedangkan pada uji biuret memperlihatkan reaksi
negatif, hal ini benar karena filtrat jika tidak lagi terdapat protein akan
memberikan reaksi negatif pada uji biuret.
Pada uji pengendapan oleh alkohol, struktur protein yang terdapat pada
tabung satu dan dua terdenaturasi, karena keadaan basa dan asam yang berlebih.
Pada kedua tabung tersebut terlihat adanya perbedaan warna, karena terjadi beda
kepolaran atar larutan. Sedangkan pada tabung tiga protein tidak larut dan
mengalami pengendapaan pada titik isolistriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan
positif sama dengan jumlah muatan negatifnya.
Pada uji denaturasi, ketiga tabung
menunjukkan reaksi positif setelah ditambahkan buffer. Namun sebelum
ditambahkan buffer hanya tabung tiga yang menunjukkan reaksi positif ditandai
dengan terjadinya pengendapan pada titik isolistriknya, yaitu pH 4.7. Protein
yang dilarutkan dalam HCl maupun NaOH, keduanya tidak menunjukkan adanya
pengendapan, namun setelah ditambahkan buffer asetat terjadi pengendapan.
Haha ada blognya
BalasHapus